This Is My Imagination

Wednesday, December 28, 2011

Mula dan Akhir

mungkin hanya tampak layaknya titik kecil dikejauhan
atau akan tersebut bukanlah suatu apa terpedulikan
hingga seketika tak terjemahkan
kala tertenggelamkannya segala kilas jarak
dan kini telah menghujanimu dengan beribu jutanya
yang akhirnya tergambar jelas meski kau menutup mata
meski kau tahu akan mampu menerjemahkannya
karena kau tahu itulah yang membuatmu takut memekarkan pandangan
dan berujung memilih untuk diam

Sunday, December 4, 2011

Akulah Manusia Statis

Dan untuk yang kesekian kalinya, Tuhan pertemukanku dengan lubang yang terurai dalam fana dunia. Dan Engkau hempaskan segala alam bawah sadarku jauh ke dasarnya hingga tak ada sedikit pun waktu untuk berpikir bagaimana cara kembali ke atas atau berpegang pada satu apa pun yang akan sendat aku di tengah lubang gulita yang menjerujiku dengan rasa yang menusuk hingga sumsum tulang dan setidaknya kini aku butuh sesuatu yang tak kutahu apa itu untuk sekedar menyumbat air yang sebentar lagi mengalir dari dua kelopak mata ini; karena aku ketakutan.


Bukankah aku telah berjalan dengan hati-hati sebelumnya?
Apa itu tak cukup?


Mungkin memang Kau berkehendak lain. Ternyata aku masih cukup pantas untuk menjadi sekawanan keledai. Dan Kau memintaku untuk meluruhkan segala dunia fantasi yang masih membayangiku yang buatku menjadi manusia statis. Karena aku masih berakal, dan Tuhan tak mau aku diam dalam keadaan konstan.


Lubang ini cukuplah membelit hingga tersudut dalam satu nuansa getir. Bukan dunia lain atau serasa penuh belati baja atau apalah, bukan itu. Tetapi ini serasa suatu kata ''hai" dari-Nya, atau "bangun!", ya, seperti itulah. Dan aku harus memutar-balik, mengingat-ulang, dan berpikir, apa yang buatku bertemu dengan lubang ini berkali-kali hingga tak terjamah dengan hitungan ribuan cahaya rumusan para fisikawan itu. Ah, ini terlalu menyakitkan!


Memang benar keputusan Tuhan untuk mandikanku dengan kebekuan dasar lubang ini untuk kesekian atau mungkin tak cukup digambarkan dengan kata kesekian, mungkin sudah membentuk suatu kata baru yang menandakan ini sudah terlalu banyak kesalahan duniawiku di mata-Nya. Dan aku harus segera bangun.


Di dasar lubang ini aku merasa bak seorang pertapa yang berpuasa berabad-abad. Ya, hingga bisikan-Nya meleleh membalut kalbu hingga kita sebagai manusia benar-benar merasa hina di hadapan-Nya, itu benar-benar merupakan momentum yang mendorongku untuk mengharap kembali suci meski itu mustahil bagiku.


Dan inilah pelajaran yang kuterima di dasar lubang yang telah terbasahi air mata penyesalan dari manusia hina ini yang selalu mengetuk selasar batinku tiap dipertemukan-Nya dengan lubang-lubang penjara penampung keletihan jiwa manusia dari kehidupannya. Semoga ini merupakan alasan aku bangun di pagi hari dan tidur dalam harapan karunia-Nya yang lebih di kemudian hari:


"Air mataku berawal dari diriku sendiri; dan tiap Tuhan hempaskanku dalam suatu keadaan yang begitu rendah menyakitkan, itu karena Tuhan ingatkan bahwa jalan yang sedang aku tempuh adalah salah. Dan ketika Tuhan mulai mengangkatmu dari kerendahan yang telah menjadi guru kehidupan, aku akan tersenyum dan senyum itu adalah tanda cinta-Nya terhadap makhluk mungil-nya ini yang sedang belajar berjalan mengarungi kehidupan dan dengan tertatih-tatih penuh rasa percaya dalam mega yang membuncah dalam nurani bahwa kelak Tuhan janjikan keindahan abadi di alam milik-Nya yang setahuku akan kekal nikmatnya bagi para hamba-Nya yang selalu bercermin dari kehinaan masa lalu dan berubah menjadi insan yang baru."