This Is My Imagination

Saturday, February 11, 2012

Altar

helai demi helai
hingga merimbun wujud badai
namun ini bukanlah tamparan segulung angin
yang akan mencabuti akar peri
namun inilah ricik pelangi
yang kau kirim dari belenggu sunyi
dan aku tak mengerti


bukankah sesungguhnya ini hanyalah uap kasat mata
yang berhulu secercah nurani anak manusia
dan apalah arti mencencang untaian yang tak tahu diujung  bersimpul apa
namun kau benar-benar yakin menopang yang kau pun tak pernah terjemah
hingga langkahmu membeku bersama letih waktu menua
dan aku kau basuhi segala yang tak pernah aku enyam
dan kau meyakini aku akan yakin segala yang telah kau kokohkan


aku sungguh tersengal simponi yang menyeruak
dan aku tak akan mau mengenal dusta meski  burung merpati lumpuh untuk memilin
serabut-serabut asa menuju altar
dan dengan hanya dentumanmu yang tak ingin bersilat lidah
kau merangkai seserpih demi serpih agar nurani ini meyakini
dan kau suarakan bahwa aku akan melihatnya di sana
menanti aku dalam kebebasan jerat alam mimpi
dalam kepercayaan yang suci

Wednesday, December 28, 2011

Mula dan Akhir

mungkin hanya tampak layaknya titik kecil dikejauhan
atau akan tersebut bukanlah suatu apa terpedulikan
hingga seketika tak terjemahkan
kala tertenggelamkannya segala kilas jarak
dan kini telah menghujanimu dengan beribu jutanya
yang akhirnya tergambar jelas meski kau menutup mata
meski kau tahu akan mampu menerjemahkannya
karena kau tahu itulah yang membuatmu takut memekarkan pandangan
dan berujung memilih untuk diam

Sunday, December 4, 2011

Akulah Manusia Statis

Dan untuk yang kesekian kalinya, Tuhan pertemukanku dengan lubang yang terurai dalam fana dunia. Dan Engkau hempaskan segala alam bawah sadarku jauh ke dasarnya hingga tak ada sedikit pun waktu untuk berpikir bagaimana cara kembali ke atas atau berpegang pada satu apa pun yang akan sendat aku di tengah lubang gulita yang menjerujiku dengan rasa yang menusuk hingga sumsum tulang dan setidaknya kini aku butuh sesuatu yang tak kutahu apa itu untuk sekedar menyumbat air yang sebentar lagi mengalir dari dua kelopak mata ini; karena aku ketakutan.


Bukankah aku telah berjalan dengan hati-hati sebelumnya?
Apa itu tak cukup?


Mungkin memang Kau berkehendak lain. Ternyata aku masih cukup pantas untuk menjadi sekawanan keledai. Dan Kau memintaku untuk meluruhkan segala dunia fantasi yang masih membayangiku yang buatku menjadi manusia statis. Karena aku masih berakal, dan Tuhan tak mau aku diam dalam keadaan konstan.


Lubang ini cukuplah membelit hingga tersudut dalam satu nuansa getir. Bukan dunia lain atau serasa penuh belati baja atau apalah, bukan itu. Tetapi ini serasa suatu kata ''hai" dari-Nya, atau "bangun!", ya, seperti itulah. Dan aku harus memutar-balik, mengingat-ulang, dan berpikir, apa yang buatku bertemu dengan lubang ini berkali-kali hingga tak terjamah dengan hitungan ribuan cahaya rumusan para fisikawan itu. Ah, ini terlalu menyakitkan!


Memang benar keputusan Tuhan untuk mandikanku dengan kebekuan dasar lubang ini untuk kesekian atau mungkin tak cukup digambarkan dengan kata kesekian, mungkin sudah membentuk suatu kata baru yang menandakan ini sudah terlalu banyak kesalahan duniawiku di mata-Nya. Dan aku harus segera bangun.


Di dasar lubang ini aku merasa bak seorang pertapa yang berpuasa berabad-abad. Ya, hingga bisikan-Nya meleleh membalut kalbu hingga kita sebagai manusia benar-benar merasa hina di hadapan-Nya, itu benar-benar merupakan momentum yang mendorongku untuk mengharap kembali suci meski itu mustahil bagiku.


Dan inilah pelajaran yang kuterima di dasar lubang yang telah terbasahi air mata penyesalan dari manusia hina ini yang selalu mengetuk selasar batinku tiap dipertemukan-Nya dengan lubang-lubang penjara penampung keletihan jiwa manusia dari kehidupannya. Semoga ini merupakan alasan aku bangun di pagi hari dan tidur dalam harapan karunia-Nya yang lebih di kemudian hari:


"Air mataku berawal dari diriku sendiri; dan tiap Tuhan hempaskanku dalam suatu keadaan yang begitu rendah menyakitkan, itu karena Tuhan ingatkan bahwa jalan yang sedang aku tempuh adalah salah. Dan ketika Tuhan mulai mengangkatmu dari kerendahan yang telah menjadi guru kehidupan, aku akan tersenyum dan senyum itu adalah tanda cinta-Nya terhadap makhluk mungil-nya ini yang sedang belajar berjalan mengarungi kehidupan dan dengan tertatih-tatih penuh rasa percaya dalam mega yang membuncah dalam nurani bahwa kelak Tuhan janjikan keindahan abadi di alam milik-Nya yang setahuku akan kekal nikmatnya bagi para hamba-Nya yang selalu bercermin dari kehinaan masa lalu dan berubah menjadi insan yang baru."

Thursday, November 17, 2011

Layar

Tuhan yang tahu..
riak tenggelam diujung teluk suratan..
dan akulah layar berusuk nurani..
yang tertatih digenggam oleh-Nya..
menembus pusaran pukat beruji..
'tuk mencari naungan cakrawala..
yang hangat membiru hingga ujung..

Sunday, October 30, 2011

Di Senja Itu

Ingatkah kau kala gerimis halus menaungi kita? Di senja itu, di musim itu. Dan air suci-Nya menjalar lembut di wajahmu. Ingatkah? Mungkin tidak..

Kau tak akan menyadari kala senja itu hatiku terbasahi gerimis-Nya. Aku tak tahu paku apa yang telah membekukanku menatapmu.


Kau bukan fajar bertakhta emas, kau bukan kupu-kupu di hangat semi, namun Tuhan telah merasukan keajaiban. Dan akulah satu yang menyadari kau adalah anak Adam berjiwa sutra, luas bak galaksi tak terjamah.


Semilir harum-Nya membasuhku dan Ia pun perkenalkanku apa itu cinta..


Cinta ini membanjiriku kala hatimu telah bersemi, nyaman terhangatkan bidadari. Aku mengerti apa itu melawan arus badai. Menyakitkan namun aku takut menangis.


Senja itu kau sedang berdiri di sini. Dan aku tak akan menangis. Namun kau tak akan pernah tahu ketika bulan menari, kupuaskan habiskan sujudku untuk Sang Maha Kasih membisikkan doa untuk kebahagiaanmu wahai kasih.


Sekarang, musim hujan hadir kembali menggelitik bumi. Dan musim hujan kemarin, cinta tersemaikan oleh Tuhan. Namun kau belum menyadari ini


Biarlah..


Biarlah kau tak menyadari segala doa penuh air mata dari aku untukmu, dan dengan keajaiban-Nya ku harap kau kan bahagia, walau ini adalah yang dinamakan bertepuk sebelah tangan, namun pintaku biarlah ini saja untuk selamanya.


"Tuhan, bahagiakanlah ia yang ku cintai, ia yang memaknai tiap helaan desir nadiku, ia yang mengajari aku apa itu menahan ego, ia yang akan Kau tautkan bersama bidadari berhati putih, bidadari yang akan kekal selimuti jiwanya penuh tulus hingga Kau panggil mereka menyusul Adam dan Hawa."


Hanya ini harapku wahai Yang Maha Agung. Meski bidadari itu bukan aku, semikanlah doaku ini, demi dia yang terkasih, demi dia yang tak akan mengetahui bahwa ada aku di sini.


Dengan menggengam kehendak-Mu, sungguh, aku mencintainya.

Thursday, October 27, 2011

Lupa Dari Apa Dia


Aku hanyalah tanah
Lempung hitam menjijikan
Tak pantas ‘tuk menginjak
Namun pantas diinjak-injak

Dan Tuhan tiupkan bulir-bulir kemuliaan
Pantaskah aku dapatkannya?
Sebening air garam dilupakan sari
Menakjubkan bak nebula menari-nari

Tuhan memintaku dan sedarahku
Bukan aku atau mereka yang pinta
Jadilah aku dan mereka
Sedarah dan sekawan
Dan jadi singa yang bijak
Itu yang Tuhan mau

Tak seserpih pun kurang
Bekal bibit yang ‘kan jadi samudra
‘tuk dirajut menutup lapar

Dan bumi pun mengerut dan bungkuk
Berjuta singa telah bernisan
Yang sebelumnya ingatkan petuah Tuhan
Setelah ketuban terpecah
Kepada mereka ‘tuk jadi lebih tangguh
Namun kini hanyalah tabu

Merekalah yang berwujud tanah
Lupa bahwa mereka hanya tanah
Yang bulir cinta-Nya terkeruhi arang
Yang memanas dan jadilah lidah tak beradab
Dan berujung lapar
Diisinya laknat dari sedarahnya

Bumi semakin lapuk
Hanya tinggal menunggu
Peti mati salam maut

Berjuta malaikat bertasbih berair mata
Mohonkan ampun jasad sang singa
Jasad yang pernah memunafiki-Nya
Dan memunafiki sedarahnya
Yang ‘kan hanyut bersama kanal api neraka

Sunday, October 9, 2011

Ikrarku

demi bimasakti dan langit-langit yang menaunginya
dan demi dinginnya samudra di puncak gulita
aku kan angkat mimpiku menari bersama mega
hanyut bersama jutaan voltase hasratku tuk terbang
mengantarkannya langsung ke hari esok yang hangat

dan dari segala kubik darah dan jantung berlari
aku akan tertunduk kepada-Nya dan bisikkan apa pun itu
demi desis tangis sujud ayah dan ibu
aku kan uraikan lembaran bukti kasih
bahwa tak ada kata jatuh untukku

Tuhan kan dengar itu
mimpiku demi mereka selasar jiwaku
hingga tetes darahku melebur
hingga tak ada dentingan jantung melantun
aku kan lukiskan harapku
di hari esokku
demi mereka dan teruntukku
dan inilah janjiku
ikrarku..